92981. Luas. 5,77 km². Wanua Manurung merupakan salah satu kawasan paling penting dalam sejarah lahirnya kerajaan Luwu, sekaligus menjadi kerajaan tertua di Pulau Sulawesi. Saat ini, Wanua Manurung masuk dalam wilayah teritorial Kabupaten Luwu timur, Sulawesi selatan. Nama nya pun kini berubah menjadi menjadi Desa Manurung.Makassar - Salah satu cerita rakyat Sulawesi Tenggara yang cukup populer adalah cerita tentang asal-usul Gunung Mekongga. Cerita rakyat ini masih hidup dan dipercaya di kalangan masyarakat secara Mekongga adalah sebuah gunung tertinggi yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara. Bahkan gunung ini pun termasuk ke dalam 7 gunung tertinggi yang ada di Pulau yang terletak di Kabupaten Kotala ini kerap menjadi incaran para pendaki dari berbagai daerah. Puncak tertingginya bernama puncak Masero-sero dengan ketinggian mencapai 2,620 mdpl. Di balik kokohnya Gunung Mekongga ini, terdapat cerita rakyat yang dipercaya sebagai asal-muasal tempat tersebut. Yakni legenda tentang seekor burung elang raksasa yang bernama seperti apa cerita rakyat tentang asal-usul Gunung Mekongga yang merupakan salah satu cerita rakyat dari Sulawesi Tenggara? Berikut kisah selengkapnya dirangkum detikSulsel dari laman Perpustakaan Digital Budaya pada jaman dahulu di Negeri Sorume sekarang Kolaka, Sulawesi Tenggara hiduplah seekor burung garuda raksasa bernama Burung Kongga. Burung tersebut selalu membuat kekacauan di desa ia akan terbang dan memangsa hewan-hewan ternak milik penduduk desa. Bahkan jika ia tidak menemukan hewan, ia akan menculik seorang manusia dan penduduk merasa resah dan ketakutan dibuatnya. Semakin hari ternak-ternak milik warga perlahan semakin habis itulah penduduk Sorume pun mencari cara untuk mengatasi burung Kongga di sebuah negeri seberang bernama negeri Solumba sekarang Balandete, terdengarlah kabar bahwa ada seorang sakti mandraguna. Ia bernama adalah seorang tokoh yang datang dari tanah Luwu. Ia adalah kerabat dekat Sawerigading, yang merupakan tokoh penting nenek moyang orang dikutip dari laman resmi Kabupaten Kolaka, Sawerigading hidup sekitar abad XIV. Ia adalah cucu Batara Guru yang diutus oleh para Dewata untuk turun ke dunia dan memerintah di tanah Luwu kemudian menyebar ke beberapa wilayah, termasuk Sulawesi adalah keluarga dekat Sawerigading yang kemudian berangkat ke Tanah Alau Negeri di Timur. Tana Alau adalah sebutan orang Luwu untuk wilayah Sulawesi Tenggara karena mereka melihat matahari terbit di pagi hari ke arah di Tanah Alau, Ia pun menetap dan mendirikan kerajaan di Negeri Solumba. Di mana wilayah tersebut didiami oleh masyarakat yang menyebut dirinya 'Orang Tolaki' yang berarti orang-orang para penduduk di Sorume pun lantas mengirim utusan ke Negeri Solumba untuk menemui Larumbalangi. Serta bermaksud meminta kesediaan Larumbalangi untuk membantu mengusir burung elang Raksasa di negeri Solumba, para utusan itupun kemudian menceritakan mengenai peristiwa yang menimpa negeri mereka pada Larumbalangi. Ia pun memberikan saran pada penduduk Sorume untuk menggunakan bambu runcing untuk melawan si burung Kongga raksasa."Untuk mengatasi garuda raksasa, kalian harus menggunakan strategi yang tepat. Kumpulkanlah oleh kalian bambu tua kemudian buat ujungnya menjadi runcing. Olesi juga ujungnya dengan racun. Carilah seorang pemberani di negeri kalian untuk melawan si garuda raksasa. Pagari ia dengan bambu runcing. Jadi apabila burung Kongga menyerang, ia akan tertusuk oleh bambu beracun tersebut," kata utusan pun berterima kasih atas saran tersebut. Bergegaslah mereka pulang ke Negeri Sorume untuk melaksakan wasiat bambu runcing di Sorume, para utusan menceritakan saran Larumbalangi itu kepada para para tetua ada pun segera mengadakan sayembara guna mencari laki-laki pemberani untuk melawan burung raksasa tersebut menjanjikan bahwa siapapun yang bisa melawan si Burung Kongga Raksasa, jika ia adalah seorang rakyat jelata maka akan diangkat menjadi Bangsawan. Dan jika ia dari kalangan bangsawan, maka akan diangkat menjadi pemimpin hari Sayembara tersebut diadakan, ratusan pendekar dari berbagai wilayah untuk mengikutinya. Setiap orang menunjukkan kemampuannya di depan para tetua dan sesepuh negeri setelah melalui persaingan dan pemilihan yang ketat, terpilihlah seorang pemenang yang bernama Tasahea. Ia adalah seorang rakyat biasa namun pemberani dari negeri para sesepuh kemudian meminta penduduk untuk membuat bambu runcing yang diujungnya diolesi racun. Selanjutnya bambu-bambu runcing itu pun ditancapkan di Padang kemudian dimasukkan ke dalam lingkaran yang dikelilingi bambu beracun. Ia kemudian ditinggalkan sendirian untuk memancing si burung Garuda Raksasa berjam-jam Tasahea berdiri di dalam bambu runcing, namun burung garuda raksasa belum juga kelihatan. Hingga pada saat siang hari, tiba-tiba saja cuaca yang tadinya cerah berubah menjadi mendung dan gelap itulah Tasahea melihat burung garuda raksasa terbang mendekatinya. Dengan suaranya yang menggelegar, burung raksasa tersebut siap menyerang dan memangsa belum sempat menyentuhnya, sayap si garuda tertusuk oleh bambu runcing beracun. Burung garuda raksasa pun mengerang ingin menyia-nyiakan kesempatan, Tasahea pun segera mengambil sebilah bambu runcing beracun yang ada di sampingnya. Dan lantas melemparkannya dan mengenai bagian dada si burung garuda semakin meronta-ronta kesakitan. Ia pun memutuskan untuk terbang menjauh dari tempat itu. Di kepakkan sayapnya lagi untuk melepaskan diri dari bambu runcing beracun segera terbang tinggi namun tak berapa lama, tubuhnya pun terjatuh tepat di atas sebuah gunung. Tak lama berselang, sang Garuda akhirnya mati terkena efek racun bambu negeri Sorume bersorak-sorak mengelu-elukan Tasahea sebagai kegembiraan rakyat tidak berlangsung lama. Bangkai burung garuda raksasa ternyata menyebarkan wabah penyakit. Banyak penduduk meninggal setelah muntah-muntah karena wabah penyakit. Begitu pula tanaman penduduk banyak mati diserang hal ini para tetua adat kembali mengirim utusan untuk menemui Larumbalangi. Sesampainya di negeri Solumba, para utusan menyampaikan permasalahan wabah yang berasal dari bangkai burung garuda Kongga kepada hal ini, Larumbalangi segera berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar menurunkan hujan deras agar bangkai garuda raksasa beserta ulat-ulat terbawa mengabulkan doa Larumbalangi. Negeri Sorume dilanda hujan sangat deras selama tujuh hari tujuh malam. Akibatnya Negeri Sorume mengalami banjir hebat. Banjir hebat tersebut membawa bangkai garuda raksasa beserta ulat-ulat hanyut terbawa hujan reda & banjir surut, wabah penyakit beserta ulat yang melanda negeri Sorume akhirnya hilang. Rakyat negeri Sorume bergembira, akhirnya kedamaian bisa hadir di negeri menghargai jasa Tasahea & Larumbalangi, para tetua ada sepakat mengangkat Tasahea menjadi bangsawan. Sedangkan Larumbalangi diangkat sebagai pemimpin negeri tempat jatuhnya burung garuda raksasa tersebut pun diberi nama Gunung Mekongga. Simak Video "Dataran yang Terangkat, Kisah Puncak Khayangan Wakatobi " [GambasVideo 20detik] edr/alk
Cerita rakyat La Sirimbone berasal dari Sulawesi Tenggara. Dalam cerita ini, dikisahkan La Sirimbone adalah anak laki-laki yang dibuang ibunya karena permintaan ayah tirinya. Meskipun bersedih, ibunya tak kuasa menolak permintaan suaminya tersebut. La Sirimbone tak punya pilihan selain menjalani nasibnya.
Cerita Rakyat Sulawesi Tenggara Dongeng Persahabatan Kera dan Ayam Budaya Nusantara berkembang sangat luas dari Sabang sampai Merauke. Pada artikel blog The Jombang Taste sebelumnya kita sudah membaca cerita dongeng Sigarlaki dan Limbat dari Sulawesi Utara serta dongeng asal-usul Puteri Duyung dari Sulawesi Tengah. Artikel kali ini menampilkan cerita rakyat dari Sulawesi Tenggara yang berjudul cerita fabel persahabatan kera dan ayam. Selamat membaca. Pada jaman dahulu hidup dua binatang yang bersahabat erat, yaitu kera dan ayam. Mereka berdua tinggal di dalam hutan di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara. Kelihatannya mereka berdua selalu hidup rukun dan darnai. Tapi, kenyataan sebenarnya tidaklah demikian. Setelah sekian lama mereka bersahabat, barulah ketahuan perilaku buruk si kera. Pada suatu hari si kera membuat siasat untuk menjebak ayam. “Hai Ayam, sahabatku,” panggil kera dengan muka manis. “Ada apa kera?” jawab ayam. “Sore-sore begini enaknya kita jalan-jalan. Maukah kau pergi bersamaku?” kata kera dengan nada merajuk. “Memang kita mau pergi ke mana? ” tanya ayam ingin tahu. “Aku akan mengajakmu jalan-jalan ke hutan. Disitulah tempat aku biasa bermain. Di sana tempatnya indah. Pasti kamu akan suka!” ujar si kera seraya mernbujuk. Kera Menjebak Ayam di Hutan Ayam tertarik dengan ajakan si kera. Ia tidak pernah tahu kalau kera punya tempat bermain yang indah. Tanpa rasa curiga sedikitpun, ia mengikuti kera untuk berjalan-jalan di hutan. Ayam berjalan di belakang kera. Hari semakin gelap, perut kera mulai meronta-ronta minta diisi. Saat itulah timbul niat busuk kera untuk mencelakai ayam. “Untuk apa aku susuh-susah mencari makanan. Di belakangku saja sudah ada makanan yang sangat lezat,” pikiran kera mulai licik. Kera melihat ayam tampak kebingungan masuk ke dalam hutan. Ayam itu tampak besar dan segar. Hmm, pasti enak kalau daging ayam itu masuk ke dalam perutnya. Kera berpikir, jika ayam hendak dimakannya, lebih baik jika tanpa bulu. Oleh karena itu, ia hendak mencabuti bulu ayam terlebih dahulu. Kera mengatur waktu yang tepat untuk menangkap ayam. Ayam dan kera berjalan semakin jauh dan masuk ke dalam hutan. Saat itu hari makin gelap, kera pun melaksanakan niatnya. Ia segera menangkap ayam. “Kena kau!” ujar kera kegirangan saat berhasil menangkap ayam. Ayam tampak terkejut melihat perlakuan kera. “Mengapa kau menangkapku? Bukankah kita saling bersahabat?” tanya ayam dengan nafas terengah-engah. “Dulu kita sahabat. Tapi sekarang aku lapar. Maka kau harus mau jadi makananku,” kata kera dengan tawa terbahak-bahak. Kera yang jahat itu kemudian mencabuti bulu-bulu si ayam. “Tidak…! Jangan kau cabut buluku! Sakit…!” teriak ayam dengan suara pilu. Ayam meronta-ronta dengan sekuat tenaga. Ayam mencoba lari dari cengkeraman si kera jahat. Lalu pada sebuah kesempatan yang tepat, ayam mematuk tangan kera hingga kera itu melepaskan tubuh ayam dalam genggamannya. Setelah berusaha keras tanpa mengenal lelah melompat kesana-kemari, akhirnya ayam berhasil melarikan diri. Ayam berlari sekencang-kencangnya keluar dari hutan. Setelah sekian lama ayam berlari, tibalah ia di rumah sahabatnya yang lain. Ayam tiba di rumah kepiting. Kepiting yang melihat ayam tidak berbulu dan tampak kelelahan membuatnya penasaran. Ia pun bertanya. “Kamu kenapa, ayam? Mengapa napasmu terengah-engah? Kenapa bulu-bulumu rontok semua?” tanya kepiting dengan rasa iba. “Kepiting, aku dicelakai oleh sahabatku sendiri si kera. Ia hendak memakanku,” jawab ayam dengan napasnya yang masih terengah-engah. “Kurang ajar! Tega sekali kera berbuat seperti ini kepadamu,” ucap kepiting tidak percaya. Kemudian ayam menceritakan kejadian dari awal sampai akhir. Mulai dari ajakan kera mengunjungi tempat bermain sampai ia dijebak oleh kera dan akan dimakannya. “Kera harus kita beri pelajaran!” ucap kepiting dengan geram usai menyimak penuturan ayam. Ayam dan kepiting kemudian mengatur siasat untuk memberi pelajaran kepada si kera. Mereka tampak bermusyawarah dengan serius. Tak lama kemudian kepiting membantu ayam menyembuhkan bulu-bulunya yang rontok. Pembalasan Untuk Kera Pengkhianat Beberapa bulan kemudian bulu-bulu di tubuh ayam telah pulih. Ayam dapat mencari makan seperti sedia kala. Ayam kembali bertemu dengan kepiting. Kepiting mengajak ayam menemui kera. Awalnya ayam tidak mau. Ia masih takut kepada kera. “Inilah saat yang tepat untuk menghukum sahabat pengkhianat macam kera itu,” kata kepiting berusaha meyakinkan ayam. “Tapi aku masih takut…” kata ayam. “Tenanglah. Aku akan membantumu,” ujar kepiting. Akhirnya ayam menuruti ide kepiting. Pada hari yang telah disepakati bersama, mereka berdua datang ke tempat kera. Kera tampak asyik duduk di kursi malas. Ayam masih tampak ketakutan melihat si kera. Ia ragu untuk berbicara dengan kera. Akhirnya, kepitinglah yang berbicara kepada kera. “Hai kera, dua hari lagi aku dan ayam akan pergi berlayar ke pulau seberang. Disana banyak makanan enak,” ujar kepiting kepada kera. “Benarkah? Bolehkah aku ikut berlayar dengan kalian,” ucap kera penuh harap. “Boleh saja. Dua hari lagi kami tunggu di pantai. Jangan sampai terlambat ya,” kata kepiting. Tibalah pada hari yang telah disepakati. Mereka berdua bertemu di pinggir pantai. Sebelum mereka berangkat berlayar, perahu dari tanah liat telah disediakan. Ayam dan kepiting sengaja mempersiapkan jauh-jauh hari rencana pembalasan ini. Mereka bertiga bergegas naik perahu menuju pulau seberang. Perahu yang mereka tumpangi semakin lama semakin menjauh dari pantai. Kera yang rakus mulai membayangkan betapa lezatnya buah-buahan yang akan disantapnya nanti, sedangkan ayam dan kepiting mulai saling memberi sandi. Ayam berkokok, “Kukuruyuk….! Aku lubangi kok… kok…. kok….!” Si kepiting menjawab, “Tunggu sampai dalam sekali.” Setiap Kepiting selesai berkata begitu, ayam mematuk-matuk perahu itu. Mereka kemudian mengulangi permainan itu lagi. Si Kera sama sekali tak mengerti apa sebenarnya yang dilakukan ayam dan kepiting. Sedikit demi sedikit perahu itu berlubang. Air laut mulai merembes ke dalam perahu. Lama-kelamaan perahu yang mereka tumpangi bocor. Kera mulai panik tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Perahu semakin lama semakin tenggelam. Kepiting dan ayam bersiaga meninggalkan kera. Mereka bertiga berusaha menyelamatkan diri dengan caranya masing-masing. Si kepiting menyelam ke dasar laut, sedangkan si ayam dengan mudah terbang ke darat. Si kera tampak ketakutan sendirian di atas perahu. Pada dasarnya kera paling takut pada air, apalagi air laut. Ia berusaha meronta-ronta minta tolong, tapi siapa yang dapat menolongnya karena ia sendirian di tengah lautan. Kera juga tidak bisa berenang, maka matilah si kera yang licik itu di tengah lautan yang dalam. Demikian akhir dari cerita fabel kera dan ayam. Amanat cerita dongeng kera dan ayam ini adalah perbuatan jahat akan mendapatkan balasan yang menyakitkan. Jika kita mempunyai sahabat, maka kita tidak boleh mengkhianati sahabat kita. Selain itu, sifat rakus kera telah mematikan kepandaiannya sehingga ia menemui celaka akibat perbuatannya sendiri. Semoga cerita rakyat dari Sulawesi Tenggara ini bisa memberi inspirasi bagi Anda. Sampai jumpa di artikel The Jombang Taste berikutnya. Daftar Pustaka Rahimsyah, MB. 2007. Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara Lengkap dari 33 Provinsi. Bintang Usaha Jaya, Surabaya Artikel Terkait
Baca juga: Dongeng La Sirimbone dari Sulawesi Tenggara dan Ulasannya, Lika Liku Kehidupan Anak yang Ditinggalkan Keluarga. Unsur Intrinsik. Setelah membaca cerita Abu Nawas Ingin Terbang di atas, kamu mungkin jadi penasaran dengan unsur intrinsiknya. Mulai dari tema hingga pesan moral, berikut ulasan singkatnya; 1. Tema
Kebaikan hati La Sirimbone pada Cerita Rakyat Sulawesi Tenggara membawa dia kepada keberuntungan. Orang yang baik hati akan disayangi oleh orang lain. Orang lain akan dengan senang hati berbagi dan membantu orang yang baik hati. Adik-adik juga harus rajin dan baik hati seperti La Sirimbone yah. Kakak suka sekali Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara La Sirimbone yang Beruntung. Kakak yakin kalian juga pasti suka. Yu kita baca bersama-sama. Cerita Rakyat Sulawesi Tenggara Legenda La Sirimbone yang Beruntung Cerita Rakyat Sulawesi Tenggara La Sirimbone adalah seorang anak laki-laki yang baik hati. Ia tinggal bersama ibunya, wa Roe. Ayahnya meninggal saat ia masih kecil. Suatu hari, seorang pedagang kain dari Desa La Patamba datang menemui mereka. Saat melihat Wa Roe, La Patamba langsung jatuh hati. Seusai berdagang, La Patamba pergi menemui sesepuh desa untuk meminta izin menikahi Wa Roe. Dengan restu para sesepuh desa, akhirnya Wa Roe bersedia menikah dengan La Patamba. Apalagi La Patamba berjanji akan menyayangi La Sirimbone seperti anak kandungnya sendiri. Namun, setelah menikah, rupanya La Patamba mengingkari janjinya. Ia meminta Wa Roe untuk membuang anaknya itu ke hutan. Betapa hancur hati Wa Roe, tapi ia tak berani membantah permintaan suaminya. Apalagi la patamba mengancam akan membunuh La Sirimbone jika ia menolak permintaanya. Dengan berat hati terpaksa Wa Roe membuang anak satu-satunya. Sambil berurai air mata, Wa Roe berpesan, “Jaga dirimu baik-baik anaku. Ibu yakin Tuhan selalu akan melindungimu. Ibu tidak akan pernah berhenti mendoakanmu. La Sirimbone ikut menangis. Ia takut tinggal di hutan itu sendirian. Namun ia sadar sebagai anak laki-laki, ia tak boleh cengeng. Sepeninggal ibunya, La Sirimbone meneruskan perjalanannya ke dalam hutan. Setelah beberapa hari berjalan, ia menemukan jejak kaki. Bukan Sembarang jejak, jejak kaki itu sangat besar. “Wah, makhluk apa yang punya kaki sebesar ini?” ucap La Sirimbone dalam hati. Ia lalu mengikuti jejak kaki itu, dan tibalah ia di sebuah rumah yang sangat besar sekali. Tiba-tiba Bumi bergetar. Buuummm… buuummmm… buuummm…. La Sirimbone limbung. Ternyata getaran itu disebabkan oleh perempuan raksasa yang sedang menumbuk. La Sirimbone berlari mendekati raksasa itu. “Hei, siapakah kau anak manusia? Bagaimana kau bisa berada di sini?” tanya raksasa itu dengan heran. Dengan takut, La Sirimbone menceritakan asal-usulnya. Ternyata raksasa itu adalah raksasa yang baik hati. Ia merasa iba pada La Sirimbone dan mengizinkannya untuk tinggal di situ. Ia berpesan, “La Sirimbone, kau boleh tinggal di sini, tapi kau harus hati-hati. Di sini banyak jin dan hewan buas yang bisa mencelakaimu. Sebaiknya, kau tak usah ke mana-mana. Tinggallah di rumah saja.” La Sirimbone menurut. Namun setelah beberapa hari, ia mulai bosan. Karena itu ia meminta izin untuk pergi menangkap ikan. Ternyata, hari itu La Sirimbone sangat beruntung, ia mendapat banyak ikan. Sebelum pulang, ia meninggalkan bubunya dan berharap esok pagi bubu itu akan penuh dengan ikan. Keesokan harinya, ia meminta izin lagi untuk keluar rumah. Ia kembali ke sungai untuk memeriksa bubunya. Aneh, tak seekor ikan pun yang masuk. Ia memasang umpan lagi dan menunggu. Karena lelah menunggu, ia memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar. Alangkah kagetnya ia saat kembali ke sungai. Ikan-ikan dalam bubunya dimakan oleh jin! Dengan marah La Sirimbone menyerang jin itu. Karena tak siap, jin itu kalah. “Ampun Anak manusia, lepaskon aku. Sebagai ganti ikan-ikan yang telah kucuri, terimalah cincin ini. Cincin ini dapat menyembuhkon orang sakit dan membangkitkan orang yang meninggal,” katanya. La Sirimbone menerima cincin itu dan membiarkan jin itu pergi, Kemudian ia pulang ke rumah si raksasa perempuan. Ketika ia melintasi sebuah sungai, dilihatnya seekor babi yang sedang berjalan di atas air. Penasaran, ia bertanya, “Babi yang baik, bagaimana kau bisa berjalan di atas air?” Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara Babi itu lalu menunjukkan jimat kalung miliknya, “Dengan kalung ini, kau bisa berjalan di atas air. Jika kau mau, kau boleh memilikinya. Aku tak Iagi membutuhkannya,” jawab babi itu. Dengan suka cita, La Sirimbone menerimanya. Setelah itu ia meneruskan perjalanan, Tak berapa lama, ia bertemu dengan seorang nelayan yang sedang menangkap ikan. “Wah, banyak sekali ikan yang Bapak tangkap. Hebat,” kato La Sirimbone. “Aku menggunakan keris pusaka, Nak. Keris ini bisa menikam sendiri jika diperintah,” jawab nelayan itu. Singkat cerita, nelayon itu juga memberikan keris pusakanya pada La Sirimbone. Sejak memiliki ketiga benda pusaka itu, La Sirimbone sering membantu orang. la menyembuhkan orang sakit, menghidupkan orang yong meninggal, dan menangkap hewan-hewan buruan, serta membagi-bagikannya pada yang membutuhkan. Sekarang, raksasa perempuan itu tak khawatir lagi pada keselamatan La Sirimbone. Suatu hari, saat La Sirimbone sedang berjalan-jalan ke desa tetangga, ia mendengar suara tangis seorang gadis. “Hai, namaku La Sirimbone. Jika aku boleh tahu, mengapa kau menangis?” tanyanya. Gadis yang bernama Wa Ngkurorio itu menjawab, “Sebentar lagi aku akan mati. Ketujuh kakakku meninggal karena disantap seekor naga. Hari ini adalah giliranku.” La Sirimbone tersenyum, “Jangan khawatir. Aku akan membantumu. Aku akan membunuh naga itu dengan keris pusakaku,” katanya. Benar saja, siang itu, naga itu datang dan siap menyantap Wo Ngkurorio. Gadis itu gemetar. la takut luar biasa. Namun La Sirimbone menenangkannya. Dengan tenang, ia berbisik memberi perintah pada keris pusakanya untuk menikam naga itu. Dalam sekejap, keris itu menusuk perut naga tersebut don mengoyak-oyak perutnya. Naga itu mati seketika. Wa Ngkurorio sangat takjub melihat kejadian tersebut, demikian pula dengan orangtuanya dan Seluruh warga desa. Mereka sangat berterima kasih karena La Sirimbone telah berhasil melenyapkan naga jahat yang selama ini mengganggu warga. Berkat pertolongan La Sirimbone desa menjadi aman. Sebagai ucapan terima kasih mereka meminta La Sirimbone untuk tinggal di desa mereka. La Sirimbone pun bersedia. Ia kemudian pulang untuk berpamitan pada raksasa yang telah membantunya selama ini. Mulai saat itu La Sirimbone hidup bahagia dan damai bersama sahabat-sahabat barunya. Pesan dari Cerita Rakyat Sulawesi Tenggara Kisah La Sirimbone untukmu adalah bersabarlah saat mendapat masalah. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Dan jangan lupa, terkadang keajaiban bisa terjadi.Secaraadministratif, kota ini mempunyai 64 kelurahan dan 10 kecamatan. Diresmikan pada tanggal 07 Mei 1831, Kendari kini genap berusia 190 tahun pada 2022 ini. Selain sebagai tempat perdagangan, ternyata kota tersebut juga menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Tanah Air kita. Banyak momen penting terjadi di kota ini, bukan hanya sejarah unik Ada cerita rakyat yang mengisahkan tentang kera dan ayam? Tentu saja, kamu bisa menyimak dongeng lengkap mengenai kisah dari Sulawesi Tenggara tersebut melalui artikel yang kami rangkum di bawah ini. Baca sampai selesai dan renungkan pesan moral di dalamnya, tanah air, banyak fabel yang diambil dari cerita rakyat di nusantara, salah satunya berasal dari Sulawesi Tenggara. Melalui artikel ini, kami menguraikan cerita rakyat Sulawesi Tenggara mengenai dongeng persahabatan kera dan yang menceritakan kedua hewan tersebut mengandung sejumlah pesan moral yang perlu kamu pelajari. Bila perlu, kamu dapat pula mengajarkannya kepada anak, keponakan, atau murid-muridmu jika kamu seorang seperti apa kisah singkat mengenai cerita rakyat kera dan ayam yang berasal dari Sulawesi Tenggara? Kalau kamu sudah penasaran dengan dongeng yang satu ini, langsung saja simak keterangan yang kami paparkan sebagai berikut! Sumber YouTube – TH72 Channel Alkisah pada zaman dahulu, hiduplah seekor kera dan ayam yang saling bersahabat. Keduanya tidak pernah berkelahi dan selalu terlihat rukun. Akan tetapi, rupanya hubungan persahabatan yang akur itu tidak bertahan lama. Semua berubah di suatu sore ketika kera dan ayam pergi berjalan-jalan. Keralah yang pertama kali mengajak ayam untuk pergi sore itu. “Ayam, sahabatku, maukah kau pergi bersamaku sore ini? Sore-sore begini tentu asyik kalau kita pergi berjalan-jalan sebentar,” tutur kera. Tanpa berpikir panjang, ayam langsung menyetujui ide kawan karibnya itu. Ia bahkan menganggap ide kera sangat bagus karena ia sendiri juga sedang penat. “Kau mau mengajakku ke mana?” Tanya ayam. “Aku akan mengajakmu berjalan-jalan ke hutan. Di sana ada tempat yang punya pemandangan indah, tempatku biasa bermain dan mencari makan. Ada juga sungai yang airnya sangat jernih. Kau pasti suka,” si kera menerangkan. Baca juga Cerita Mukjizat Nabi Idris As, Mulai dari Soal Kuda hingga Surga dan Neraka Niat Buruk Kera Sepanjang Perjalanan Kera dan ayam pun berjalan ke hutan. Mereka semakin masuk jauh ke dalam hutan sampai tak terasa matahari sudah hampir tenggelam. Di saat seperti itu, ayam gelisah karena ia tidak dapat melihat dengan jelas begitu malam tiba. “Bagaimana kalau kita pulang saja? Sebentar lagi gelap,” pinta ayam. “Kau benar, ayo kita kembali. Tapi sebelum itu, kita mencari makanan dulu untuk dimakan setelah sampai di rumah,” ujar kera membujuk. Ayam mengiyakan. Mereka juga sudah berjalan kembali untuk keluar dari hutan. Akan tetapi di tengah perjalanan, selagi menahan lapar, di pikiran si kera terbersit niat untuk mencelakakan ayam. Daripada kelaparan dan tak juga menemukan makanan, ia berniat untuk memangsa ayam sahabatnya. “Sepertinya aku tak perlu repot lagi mencari makan. Di depanku sudah ada mangsa lezat yang terlihat empuk dagingnya. Sebelum kumakan, aku akan terlebih dulu mencabuti bulunya. Ah, nikmat sekali,” batin kera. Tak lama setelah membatin demikian, kera langsung menerkam ayam. Ayam yang panik tidak bisa melakukan apa pun. Ia semakin meronta begitu kera mulai mencabut satu persatu bulu dari tubuhnya. Ayam berteriak-teriak dan tetap meronta, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman kera. Setelah berhasil lepas, ia lari tunggang langgang keluar dari hutan yang sudah semakin gelap. Sampai-sampai, ia tak peduli ke arah mana selama bisa sembunyi sementara dari sahabatnya itu. Baca juga Cerita Abu Nawas Mencari Cincin dan Ulasannya, Kisah Menggelikan yang Mengandung Pesan Bijak Pertolongan dari Seekor Kepiting Jauh sudah unggas yang satu itu berlari. Tak disangka, ia sampai di dekat tempat tinggal kawannya yang lain, yaitu kepiting. Di sana, ayam terengah-engah hingga suaranya membuat kepiting keluar dari persembunyian sebelum dipanggil. Kepiting terperangah melihat ayam dalam kondisi yang mengenaskan. Ia menahan diri dan membawa ayam masuk sebelum bertanya, “Sahabatku, apa yang terjadi denganmu? Kenapa kau ketakutan dan bulu-bulumu rontok?” “Kera mencelakaiku. Sahabatku sendiri yang kupercaya selama ini hendak memakanku hidup-hidup,” jawab si ayam yang masih panik dan ketakutan. “Keterlaluan! Bagaimana monyet itu bisa berbuat tega kepadamu? Aku tidak bisa membiarkannya. Kita harus memberinya pelajaran!” Amuk kepiting. Setelah ayam merasa tenang, keduanya pun mulai mengatur siasat untuk membalas perbuatan kera. Beberapa hari kemudian, mereka bersama-sama menemui kera dan menjalankan rencana yang telah disusun. Pembalasan Pahit untuk Si Kera Pagi itu, kepiting dan ayam mendatangi kera di rumahnya. Namun, karena ayam masih takut jika harus bertatap muka dengan kera, kepiting yang terlebih dulu membuka suara. “Hai, kera. Aku dan ayam ingin berpamitan,” katanya. “Dua hari dari sekarang, kami akan berlayar ke pulau seberang. Kudengar di sana banyak buah-buahan lezat. Kurasa di sana akan lebih nyaman untuk menyambung hidup,” tuturnya lagi. “Benarkah? Kalau begitu izinkan aku pergi berlayar bersama kalian,” kera bersemangat. Mengingat hal itu merupakan bagian dari rencana, kepiting setuju mengajak serta si kera. Mereka pun bertemu di hari yang sudah ditentukan di tepi pantai di mana sudah tersedia perahu dari tanah liat di sana. Tak lama, ketiganya naik ke atas perahu dan perahu semakin menjauh dari tepian. Bersamaan dengan itu, kera sudah membayangkan bagaimana ia menyantap semua buah lezat yang ada di seberang. Sedangkan di sisi lain, ayam mulai mematuk-matuk dasar perahu untuk melubanginya. Beruntung kera tidak menyadarinya karena ayam dan kepiting melakukannya selagi berpantun ria. Perlahan tapi pasti, lubang di dasar perahu semakin besar dan air laut masuk ke dalamnya. Perahu pun lama-lama tenggelam. Di saat seperti itu, kepiting menyelam ke dalam air lantaran ia pandai berenang. Si ayam pun terbang, mencari daratan terdekat yang bisa dijangkaunya. Sementara si kera kebingungan karena ia tidak dapat berenang. Ia hanya meronta minta tolong sampai seluruh tubuhnya ditelan lautan. Baca juga Cerita Nabi Daud As dan Kitab Zabur yang Diterimanya sebagai Wahyu Unsur Intrinsik Dongeng Kera dan Ayam Sumber YouTube – 3dynda Channel 1. Tema Tema yang terdapat dalam cerita rakyat kera dan ayam di atas adalah tentang persahabatan yang ternodai karena pengkhianatan. Hal ini terlihat dari sikap kera yang di dalam kisah tersebut tiba-tiba berniat memangsa ayam dan menyerangnya saat lengah. 2. Tokoh dan Perwatakan Ada dua tokoh utama dan satu karakter pembantu yang disebutkan di dalam fabel di atas. Pertama, yaitu ayam yang dikisahkan sebagai sosok penakut, tampak dari hari di mana ia kembali menemui kera bersama kepiting. Kedua, yakni kera yang lincah dan rakus. Saking rakusnya, tokoh antagonis itu sampai menyerang sahabatnya sendiri dan berusaha memakannya hanya karena lapar dan tidak menemukan makanan apa pun di dalam hutan. Terakhir, ada tokoh pembantu yaitu kepiting. Kepiting suka menolong, tetapi menggunakan cara licik untuk membantu ayam. Ini ditunjukkan dalam kisah di mana ia mengatur siasat untuk mencelakakan kera. 3. Latar Latar dongeng kera dan ayam dalam cerita rakyat dari Sulawesi Tenggara itu ada lebih dari satu. Di antaranya adalah hutan yang dituju oleh ayam dan kera, tempat tinggal kepiting, dan pantai di mana ketiga tokoh bersama-sama. 4. Alur Untuk alur sendiri, kisah yang satu ini menggunakan alur maju. Tidak ada kilas balik, dan ceritanya juga runtut, yaitu dimulai ketika ayam dan kera masih bersahabat hingga bermusuhan dan saling membalas dendam. 5. Pesan Moral Kamu bisa mendapatkan pesan moral penting tentang cara menjaga persahabatan setelah membaca fabel di atas. Bahwasanya, tidak dibenarkan jika seseorang mengkhianati sahabatnya sendiri, terlebih kalau sekadar untuk keuntungannya semata. Pesan penting lain yang juga tersirat di dalam cerita tersebut, yaitu agar kita tidak main hakim sendiri. Memang sakit rasanya dikhianati, tetapi akan salah pula kalau kita membalas dendam dengan balas menyakitinya. Baca juga Simak Kisah Dongeng Klasik Cinderella dan Sepatu Kaca Beserta Ulasan Menariknya di Sini, Yuk! Fakta Menarik di Balik Dongeng Kera dan Ayam 1. Versi yang Berbeda Beredar dan Dikenal Jika membaca cerita rakyat kera dan ayam yang sudah kami paparkan, kamu mungkin sudah bisa menebak versi lain dongeng di atas yang bisa dibilang dikenal pula oleh banyak orang. Bahwasanya, ada versi kisah serupa yang memiliki judul berbeda di mana karakter kepiting juga disebutkan dalam judul. Lebih lanjut, versi itu memuat kisah yang kurang lebih sama. Kisahnya juga sudah banyak dibukukan oleh sejumlah penerbit buku anak lokal maupun nasional, serta diceritakan kembali secara lisan di situs berbagi video seperti YouTube. Baca juga Dongeng Ali Baba dan 40 Pencuri Beserta Ulasan Lengkapnya, Pelajaran tentang Ketamakan Dongeng tentang Kera dan Ayam di Atas Keren, Bukan? Kamu yang suka dengan dongeng pendek, cerita rakyat yang membahas tentang kera dan ayam ini tentu menarik buat kamu simak dan bagikan. Apalagi, kisahnya mudah dicerna dan dapat diceritakan kembali kepada anak-anak. Maka dari itu, jangan ragu untuk membaca artikel-artikel kami lainnya seputar dongeng dan fabel dari dalam maupun luar negeri. Di sini, kamu punya koleksi kisah Putri Salju, Roro Jonggrang, Abu Nawas, dan masih banyak lagi. PenulisArintha AyuArintha Ayu Widyaningrum adalah alumni Sastra Indonesia UNS sekaligus seorang penulis artikel nonfiksi yang juga punya banyak jam terbang menulis fiksi, seperti cerpen dan puisi. Terkadang terobsesi menulis skrip untuk film atau sinema televisi. Punya hobi jalan-jalan di dalam maupun luar negeri.CeritaKopi dari Utara Sulawesi. Data menunjukkan Sulawesi Utara merupakan salah satu daerah dengan produksi kopi tertinggi di Indonesia Timur, yang mencapai 4,038 ton pertahun. Namun penyusutan lahan dan harga kopi yang berfluktuasi, menyebabkan banyak petani yang mulai meninggalkan pohon kopi mereka. Hari masih pagi, baru pukul tujuh.
Mawasangka merupakan penamaan yang ditujukan bagi kelompok masyarakat yang ada di Sulawesi Tenggara. Mawasangka merupakan kelompok masyarakat yang mendiami sebuah kecamatan di Kabupaten Buton Tengah, Provinsi Sulawesi Tenggara. Nama Mawasangka tidak hanya ditujukan untuk kelompok masyarakat, tetapi juga diabadikan dalam nama sebuah Mawasangka pada orang-orang di Kecamatan Mawasangka, Kabupaten Buton Tengah, menyimpan kisah yang panjang. Baca juga Cerita Rakyat Batu Kurimbang Alang Asal Usul Nama Mawasangka Menurut tradisi lisan masyarakat Sulawesi Tenggara, khususnya di Kabupaten Buton Tengah, di balik nama Mawasangka ada kisah yang panjang menyertainya. Dikisahkan, dahulu ada sebuah keluarga yang datang dari Bone menuju Buton dengan menggunakan perahu. Tujuan kedatangan mereka ke Buton adalah untuk mencari kakak dari seorang perempuan. Perempuan itu pergi ke Buton bersama suaminya. Kakaknya perempuan ini telah lama meninggalkan tanah kelahirannya di Bone sepeninggal orang tuanya. Ketika dalam perjalanan menuju lokasi yang menjadi tempat kepergian kakaknya ini, cuaca kurang bersahabat dengan mereka. Perahu yang mereka tumpanginya kemudian terbalik. Bekal tak dapat diselamatkan, kecuali hanya seekor ayam jantan. Akibatnya suami istri itu terdampar di sebuah pantai dan mendirikan pondok kecil dan mencari makan di sekitar pantai tersebut. Di saat suaminya sedang mencari makanan ke hutan, munculah seorang pemuda yang membawa seekor ayam jantan. Baca juga Cerita Rakyat Batu Prasasti Pagaruyung I Pemuda ini berniat menyabung ayam miliknya dengan seekor ayam di pantai itu yang tidak lain adalah milik pasangan suami istri tadi. Anehnya, kedua ayam tersebut tidak mau berkelahi. Pemuda ini pun bingung dengan kedua ayam yang tak biasanya itu. Di tengah kebingungannya, pemuda ini melihat seorang perempuan di pondok. Ketika suami sang perempuan telah kembali, pemuda ini pun menghampiri mereka. Ketika sedang berbincang, pemuda dan perempuan ini menyadari ada yang janggal. Mereka berdua sama-sama mengenakan cincin yang sama di jarinya yang merupakan pemberian dari mendiang orang tuanya. Perempuan ini kemudian menyadari bahwa pemuda yang membawa ayam ini adalah cerita, pemuda tadi memberitahukan lokasi yang layak untuk bermukim. Kemudian, berangkatlah mereka ke lokasi yang bernama Mparigi. Di Mparigi, mereka hidup seperti biasanya dan beranak-pinak sehingga lama kelamaan kampung itu telah ramai oleh masyarakat. Kemudian, masyarakat mengangkat pemuda tadi seorang kepala suku mereka yang disebut dengan Kolakino Mparigi. Desa yang mereka tempati suatu ketika mulai sering mendapat serangan dari binatang. Akhirnya, kepala suku Mparigi melaporkan keluhannya kepada kepala suku lain, Kolakino La Mansenga. Kemudian oleh kepala suku itu, diberitahukan ada sebuah lokasi yang aman dan damai. Lokasi ini memiliki sebuah pohon besar yang daun dan buahnya beraneka ragam. Oleh karena itu, lokasi baru ini diberi nama Sau Sumangka yang artinya serba lengkap. Mereka kemudian memindahkan kampungnya di sana. Baca juga Danau Biru Kolaka Daya Tarik, Cerita Rakyat, dan Rute Setelah sekian lama, Kolakino Mpagi mendeklarasikan bahwa ialah yang pertama kali menemukan pohon ajaib itu. Namun, Kolakino La Mansenga menyangkal klaim dari Mparigi hingga terjadilah pertengkaran antara keduanya. Akibatnya, Mpasenga mengeluarkan sumpah di hadapan masyarakat, apabila benar ia yang pertama menemukan pohon itu, maka tanah sekitar pohon itu akan selalu ditimpa musibah bilmana suku Kolakino Mparigi mengelolanya. Sebaliknya, jika benar Mparigi yang pertama menemukan pohon ajaib itu, maka semoga senantiasa dilimpahi keselamatan. Benar saja, terjadilah musibah-musibah aneh di sekitar pohon itu yang berarti Kolakino La Mansenga merupakan orang pertama yang menemukan pohon itu. Semua yang ditanam oleh rakyat Mparigi mengalami gagal panen, segala ternak mengalami kematian tidak jelas, serta terjadilah musibah-musibah lainnya. Kejadian aneh yang lain adalah ketika seorang menggali ubi, tiba-tiba memancarkan air dari galian itu yang mengakibatkan kebun-kebun tergenang dan masyarakat kelaparan. Tetua dusun kemudian berunding akan melakukan upacara adat membersihkan musibah. Kemudian, disembelihlah ayam yang dibawa oleh sepasang suami istri dari Bone itu sebagai persembahan agar tidak terjadi lagi musibah. Kemudian, tempat itu dikenal dengan nama pohon ajaib itu, La Sumangka. Lambat laun, masyarakat menyebutnya menjadi Mawasangka. Baca juga Cerita Rakyat Antu Bisiak, Misteri Suara Bisikan Referensi Rasyid, A. 1998. Cerita Rakyat Buton dan Muna di Sulawesi Tenggara. Jakarta Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.